TIPE KOMUNIKASI
1. Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjadi di dalam diri komunikator atau lazim disebut komunikasi dengan diri sendiri.Komunikasi dalam diri komunikator ini dapat kita uraikan bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali. Karena sesungguhnya dalam komunikasi intrapribadi prosesnya berlangsung begitu cepat, sehingga nyaris tanpa disadari lagi.
Proses pengolahan informasi, yang disini kita sebut komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi, sehingga manusia mendapatkan pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respon.
1.1 Sensasi
Tahap awal dalam penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense” yang berarti alat pengindraan yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Menurut Benyamin B Wolman (1973:343), sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak emmerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.
Apapun definisi sensasi, fungsi alat indra dalam menerima indoemasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat inderalah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya.
Apa saja yang menyentuh alat indera, dari dalam ataupun luar, disebut stimuli.
1.2 Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan –hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi.
1.3 Memori
Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.
Secara singkat, memori melewati tiga proses: perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan.
1.4 Berpikir
Dalam berpikir kita melibatkan semua proses sensasi, persepsi, dan memori. Secara garis besar ada dua macam berpikir, yaitu berpikir autistik dan berpikir realistik. Berpikir autistik mungkin lebih tepat disebut melamun, fantasi, menghayal, wishful thingking, adalah contoh-contohnya. Dengan berpikir autistik orang melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. Sedangkan berpikir realistik, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata.
Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir realistik, yaitu deduktif, induktif dan evaluatif.
2. Komunikasi Interpersonal
Ada beberapa pengertian komunikasi interpersonal yang telah dikemukakan para ahli. Definisi komunikasi interpersonal menurut Joseph A Devito dalam bukunya
“The Interpersonal Communication Book” adalah komunikasi yang terjadi antar dua orang untuk membentuk sebuah hubungan, komunikasi tersebut dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kesamaan tertentu. Sedangkan menurut Effendy, komunikasi antarpribadi dapat langsung antara dua orang yang memang sedang berdua-duaan sepertti suami istri yang sedang bercakap-cakap, atau antara dua orang dalam suatu pertemmua, misalnya penyaji makalah dengan salah satu peserta suatu seminar (Effendy, 2003: 59-61).
Reardon (1997) mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi (komunikasi interpersonal) adalah interaksi tatap muka antara dua orang atau lebih yang mendapatkan umpan balik secara langsung. Komunikasi antarpribadi terbentuk apabila seseorang ingin membangun hubungan dengan orang lain.
Mulyana (2000) mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun non verbal.
Menurut Sunarto (2003) ada lima aspek yang merupakan ciri-ciri dari komunikasi interpersonal, antara lain:
(1) Komunikasi interpersonal biasanya terjadi secara spontan dan tanpa tujuan terlebih dahulu. Maksudnya, bahwa biasanya komunikasi interpersonal terjadi secara kebetulan tanpa rencana sehingga pembicaraan terjadi secara spontan
(2) Komunikasi interpersonal mempunyai akibat yang direncanakan maupun tidak terencana
(3) Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung berbalasan. Salah satu ciri khas komunikasi interpersonal adalah adanya timbal balik bergantian dalam saling memberi maupun menerima informasi antara komunikator dan komunikan secara bergantian sehingga tercipta suasana dialogis
(4) Komunikasi interpersonal biasanya dalam suasana kedekatan atau cenderung menghendaki keakraban. Untuk mengarah kepada suasana kedekatan atau keakraban tentunya kedua belah pihak yaitu komunikator dan komunikan harus berani membuka hati, siap menerima keterusterangan pihak lain
(5) Komunikasi interpersonal dalam pelaksanaannya lebih menonjol dalam pendekatan psikologis daripada unsur sosiologisnya. Hal ini karena adanya unsur kedekatan atau keakraban yang terbatas pada dua atau dengan paling banyak tiga individu saja yang terlibat. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi kejiwaan seseorang lebih mudah terungkap dalam interaksi komunikasi tersebut.
Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklarifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya (Effendy, 2003: 62-63):
a. Komunikasi Diadik (dyadic communication)
Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang, yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikasn yang menerima pesan. Oleh karena pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikan seorang itu.
b. Komunikasi Triadik (triadic communication)
Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan.
3. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.
• Kelompok primer dan sekunder
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
• Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.
• Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok.
Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
Pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi
• Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.
• Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
• Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan:
a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:
1. ukuran kelompok.
2. jaringan komunikasi.
3. kohesi kelompok
4. kepemimpinan (Jalaluddin Rakhmat, 1994).
4. Komunikasi Publik
Komunikasi publik disebut juga komunikasi kelompok besar karena melibatkan komunikasi khalayak yang relatif besar, dan karenanya sulit saling mengenal secara dalam satu per satu. Komunikan berkumpul di waktu dan tempat yang sama, misalnya di auditorium, aula, mesjid/gereja, lapangan terbuka, dan lain-lain. Contok komunikasi publik adalah rapat akbar, tabligh akbar, kuliah umum, dan sejenisnya.
Dalam komunikasi publik, proses komunikasi relatif bersifat linear, satu arah . kedudukan komunikator lebih tinggi dari komunikan. Karenanya, terdapat kecenderungan bahwa umpan balik komunikan hanya persetujuan atau diam. Karenanya pula, komunikasi publik membuka peluang agar pesan lebih ditujukan pada efek afektif, pada emosi dan perasaan komunikannya.
Dalam komunikasi publik pasti melibatkan komunikasi kelompok, karena kelompok besar itu pun terbentuk atas kelompok-kelompok kecil, dan karenanya pula, juga terjadi komunikasi antarpribadi dan intrapribadi. Dalam situasi tertentu, publik ini dapat berubah menjadi massa, yaitu dalam pengertian banyak orang berkumpuldi tempat, dan waktu yang sama, dan kemudian terjadi peristiwa yang menyebabkan turunnya kesadaran individu dan timbulnya “jiwa massa”.
5. Komunikasi Organisasi
Menurut Dr Arni Muhammad dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Organisasi, menyatakan bahwa inti dari komunikasi organisasi adalah:
• Komunikasi organisasi terjadi di dalam suatu sistem terbuka yang komplek dan dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal amupun eksternal.
• Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuannya, dan medianya
• Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya, dan keterampilan/skill-nya. (Muhammad, 2004: 67)
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Organisasi dan komunikasi
Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
6. Komunikasi Massa
Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner (1980: 10), “mass communication is messsage communicated through a mass medium to a large number of people” (komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).
Sedangkan menurut Jalaludin Rakhmat, komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditunjukkan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa cetak atau elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
Jika sistem komunikasi massa diperbandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal, secara teknis kita dapat menunjukkan empat tanda pokok dari komunikasi massa (menurut Elizabeth-Noelle Neuman, 1973:92), yaitu: (1) bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis, (2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi (para komunikan), (3) bersifat terbuka, artinya ditujukan kepada publik yang tidak terbatas dan anonim, (4) mempunyai publik yang secara geografis tersebar.
(Berbagai sumber)